selamat datang

Kamis, 24 April 2014

Berbicara

Ketika dua pasang bola mata bertemu dalam kesunyian mereka saling membaca untuk mengartikan tatapan, mereka berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan dalam memahami.

Hati membantu mereka untuk membaca, tapi bibir membuat hati marah karena selalu mengucapkan hal yang tidak di kehendaki hati.

Dua pasang bola mengartikan YA. Perasaan pun mengatakan YA dengan penuh kata tapi.

Tapi pikiran dengan rasionalnya mengatakan TIDAK, Karena banyak hal. Bibir yang tertekan untuk memutuskan secara cepat lalu mengucapkan hal yang menurut pikiran baik untuk mereka dan sekaligus membuat hati kecewa karena telah memberikan kepercayaan kepada bibir.

Selasa, 15 April 2014

Let's Together


Aku ada dengan kejenuhan dan Dia datang tanpa diharapkan. Kita sempat bersama tanpa suara. Lalu aku pergi meninggalkannya. dalam setiap langkah untuk meninggalkannya aku selalu menoleh ke belakang berharap dia menyapa, namun tidak.

Di sudut rumah aku masih membayangkan wajahnya.. dalam bayangku wajahnya tanpa senyuman. Entah hal apa hingga akhirnya aku membayangkan dia dan berharap tahu siapa dia.

Keesokan harinya, senja menjelang malam aku pergi ke taman dimana aku berjumpa dengan dia kemarin. Berniat hanya untuk melepas kejenuhan, disana aku bertemu lagi dengan dia tengah duduk di gazebo dengan wajah serius pada layar laptop putihnya. Aku mengabaikannya..

Taman sore ini sangatlah ramai, entah apa yang dibicarakan banyak orang disini yang jelas suasana sangat bising. Senja yang awalnya cerah berubah dengan cepat menjadi mendung. Semua orang mencari tempat untuk berteduh. Aku yang asyik perhatikan orang orang sekitar mulai merasakan dinginnya tetesan air hujan, melihat di sekeliling tak ada lagi tempat untuk aku berteduh dan aku memutuskan pulang kerumah.

Saat langkah pertama, pandangan ku tertuju pada satu tempat dimana dia sedang fokus dengan laptopnya, dia pun memandang aku dengan tajam seolah pandangannya yang tajam itu memberikan isyarat untuk aku duduk di depannya yang dengan kebetulan ada sebuah kursi kosong.

Aku menghampiri dia lalu aku meminta izin untuk duduk di belakang laptopnya, saat aku meminta izin dia hanya melirikkan matanya ke arah aku dan menganggukan kepalanya. Entah kenapa taman yang awalnya bising dan ramai saat itu menjadi sepi dan orang orang mulai meninggalkan tempat berteduh mereka untuk pulang padahal saat itu hujan masih sangat besar. Suasana sepi ini membuat aku canggung, dia tidak memulai pembicaraan apapun atau sekedar memberikan senyuman manis pada orang didepan nya. Begitu pun dengan aku yang malu memulai percakapan.

Aku mulai kedinginan, lalu aku melihat dia mengambil sebuah jaket dari tasnya. Awalnya aku kira dia akan memberikannya padaku, ternyata dia pun kedinginan dan memakai jaketnya sendiri. Sore yang sangat menyebalkan dan aku merasa diri ini patung. Kumandang adzan pun terdengar dari masjid taman ini. Dia mulai menutup laptopnya dan memasukannya kedalam tas hitamnya. Lalu berdiri dan siap berlari menembus hujan untuk pergi ke masjid.. Namun langkahnya terbendung karena melihat aku yang seorang perempuan duduk di gazebo sendiri di hari yang akan gelap. Dia menatapku dan aku bertanya tanya. Lalu dia mulai bicara
"aku mau pergi ke masjid" tanya dia dengan suara tegasnya
"hah?" aku sedikit memasang wajah tanya yang bodoh
"mau ikut ke masjid juga?"
"oh, tidak. Aku sedang dalam periode"
"sendiri di tempat gelap ini?"
Awalnya tidak mengerti apa maksud dia, tapi setelah dia berlari menuju masjid aku baru mengerti.apa maksud dia. Mungkin maksudnya dia khawatir. Lalu aku mengejar dia dan sesampainya di masjid aku hanya duduk dan melihat dia shalat selesai dia shalat dia berdo'a dan terlihat sangat khusu. Selesai berdo'a dia menghampiri aku dan bertanya "hujan nya sudah reda dari tadi, kenapa tidak pulang" dia terkesan mengusir. dengan wajah bertanya dan sedikit bodoh lagi aku menjawab "nunggu kamu, aku takut hehe". Dia pun pergi keluar dan aku merasa sedih ditinggalkan di sebuag masjid seorang diri malam hari.

Sesaat dia pergi, dia muncul kembali di hadapanku mengajak ku pulang "kenapa masih disini, cepat pulang denganku" lagi lagi tidak mengerti dengan nada bicara dia yang membuat aku takut, tapi dia baik. Dibalik penampilan sederhananya ternyata dia mengantarkanku dengan mobil mewahnya. Di dalam mobil aku bertanya tentang namanya, ternyata dia bernama Emir.

Emir memberhentikan mobilnya tepat didepan rumah aku tanpa aku beri tahu alamatku sebelumnya. "dimana kamu tahu rumah aku?" "cepat keluar" akupun keluar mobil kebingungan. Setelah depan pintu rumah aku baru ingat belum bilang terimakasih, ternyata emir masih ada depan rumah aku. "Mir, makasih ya" aku berteriak. Emir membuka kaca mobilnya lalu berteriak juga "sama sama Rik, rumah aku samping rumah kamu"

Kenapa dia tahu rumah aku? Kenapa dia tahu nama aku? Padahal tadi dia tidak menanyakannya. Jawabannya karena rumah dia sangat dekat dengan rumah ku, anehnya aku tidak tahu kalau aku punya tetangga dia. Mungkin karena aku jarang keluar. Tapi sampai saat ini aku belum tahu tepat rumahnya yang mana. Samping atau depan atau depannya samping aku.  "Rik, makan dulu sini" bunda manggil aku, ini kesempatan untuk cari tahu tentang dia. Karena bunda kenal sama semua tetangga.

Di meja makan, sambil menanyakan tentang Emir.
"bun, bunda tahu yang namanya Emir"
"Emir... Yang tadi nganterin kamu? Ya belum tahu. Kan belum kamu kenalin"
"loh, dia kan rumah nya dekat kita bun"
"iya? Kenapa bunda bisa tidak tahu ya"
"tapi dia tahu nama aku bun"
"ya bagus nak, sekarang habiskan dulu makanannya"
"tapi di depan sama samping rumah kita tidak ada tetangga baru kan?"
"tidak.. Tadi kan bunda baru selesai arisan sama tetangga"

ternyata buda pun tidak tahu tentang Emir, aku semakin penasaran. Lalu aku pergi ke balkon kamar tidur. Melihat sekeliling rumah tetangga berharap ada mobil yang di pakai Emir terparkir di depan salah satu rumah tetangga. Mobil Emir memang tak terparkir di salah satu rumah tapi melewati rumah aku yang tak tahu munculnya dari rumah mana dan berarah ke taman saat tadi kita berjumpa. Menunggu hingga mata terpejam dibawah bintang bintang, mobil yang di pakai Emir tadi sore tidak kunjung melewati rumah aku lagi. Hingga akhirnya masuk kedalam kamar dan tertidur lelap.

selasa, 06.30 hari ini aku terlambat bangun mungkin karena semalam aku tidur terlalu malam. Meskipun terlambat bangun aku menyempatkan diri ke balkon untuk melihat mobil mobil yang terparkir, tapi tidak ada mobil Emir.
"bun aku berangkat" aku berteriak karena bunda sedang di kamar mandi
"bentar nak, ibu baru tahu tentang eu eu eu..."
"tentang apa bunda? nanti saja aku terlambat"

semester 4 ini harusnya aku sudah mulai disiplin, apalagi satu tahun lagi aku akan menghadapi UN. Harusnya tak ada lagi kata terlambat ke sekolah. Tapi tetap saja aku ulangi. Sampai dikelas teman sebangku ku Jeje bertanya "terlambat lagi, kenapa Rik?" "hehehe aku tidur larut malam, bangun terlambat"
"alasan standar"
"eh, nanti ke taman di komplek rumahku yuk"
"mau apa?"
"pokoknya ikut"

Hari ini terasa lama, suasana disekolah sangat membosankan, dengan teman yang mejengkelkan dan guru yang menjenuhkan. Sampai lah pada waktunya aku pulang. Aku dan Jeje langsung pulang dan menuju taman di komplek ku berharap bertemu Emir.

"kita disini mau apa Rik"
"sebentar" aku menjawab pertanyaan jeje dengan mata mencari Emir di sekeliling taman. Di gazebo pun tidak ada, aku pergi ke masjid Emir pun tidak ada. Setelah beberapa jam ditaman akupun mengajak Jeje untuk pulang.

"bun, Rika pulang"
"Rikaaaa....." ibu keluar dari kamar sambil berteriak
"kenapa bun? ada apa?"
"bunda tahu tentang Emir"
aku kaget "apa yang bunda tahu?"
Bunda pun mulai bercerita "kamu tahu bu Indah yang rumahnya samping kita kan? Yang dirumahnya hanya dia, tapi terkadang ada nenek nenek. Ternyata dia itu janda satu anak. Kamu tahu siapa anaknya?"
"Emir bun?"
"iya benar. Emir sudah ada dirumah itu semenjak seminggu yang lalu. Setelah sebelumnya Emir di Austria dengan Ayahnya, terus katanya ayahnya Emir sekarang akan tinggal di Amerika sementara Emir tidak mau disana maka dari itu Emir pindah ke Indonesia dengan ibunya"
"bunda tahu dari mana?"
"tadi shubuh sebelum kamu bangun bu Indah, Emir sama neneknya kerumah bunda untuk menitipkan rumah sama jagain neneknya Emir. lalu neneknya Emir cerita semuanya tentang bu Indah setelah Bu Indah dan Emir pergi untuk berlibur"
"Emir kerumah kita bun"
"iya"
"menanyakan aku?"
"tidak"
"hmm... Kemana Emir dan ibunya berlibur"
"tidak tahu, yang ibu tahu mereka berlibur satu minggu"

Aku heran dengan diri aku sendiri, aku sangat merasa sudah dekat dengan Emir. Dan setelah mendengar cerita dari bunda aku semakin penasaran dan ingin langsung berada di waktu seminggu yang akan datang.

Selama seminggu ini aku berharap Emir menghubungi nomor bunda lewat handphone mama nya untuk menanyakan kabar aku. Tapi lagi lagi itu hanya sebuah harapan. Aku sendiri punya nomor mamanya dan bisa saja aku menghubungi mamanya untuk menanyakan Emir, tapi hati rasa malu. "Rika, kebawah nak. Temui bunda" bunda memanggil aku dari lantai bawah. Akupun menghampiri mama, dan sangat mengaggetkan ternyata bunda duduk dengan bu Indah dan Emir.

Aku duduk dengan mereka.
"kalian pasti sudah kenal, tante pernah ceritakan kamu ke Emir, dan katanya kalian berdua pernah bertemu di taman ya" bu indah mulai mengawali pembicaraan
"betul tan"
"oh Mir, bawakan oleh oleh untuk Rika dan bundanya di rumah" bersamaan dengan keluarnya Emir dari rumah, aku pergi kembali ke kamar dengan perasaan yang bahagia.

Malam hari Emir memulai percakapan lewat pesan singkat
"Rik, ini aku Emir"
Aku membacanya dengan gembira, karena hal ini yang aku tunggu.
Tanpa menunggu lama aku langsung menjawabnya
Rika : "iya Mir, ada apa?"
Emir : " mama minta kamu temenin aku ke minimarket"
Rika : "yakin mama kamu yang minta?"
Emir : " harus mau. Aku jemput kamu dalam 2 menit"
Mungkin Emir orangnya seperti itu,selalu langsung pada intinya tanpa mau bahas hal yang bersifat candaan. Lalu aku berlari keluar menemui Emir.

Aku berdua dengan Emir dibawah gelapnya malam.
"dimana mobil kamu"
"kata mama jalan kaki saja"
"jalan kaki? Tapi Mir kenapa kamu gak pergi sendiri aja"
"aku baru disini, jadi mana aku tahu minimarket disini. Lagian sekalian buat beli obat mama"
"mama kami sakit?"
"kalau tidak sakit pasti mama gak akan minta aku untuk pergi ke minimarket.. Kamu banyak nanya. Ayo kita jalan"
sepanjang perjalanan aku bertanya tentang Emir, Emir sudah sedikit ramah dan mulai bercerita panjang lebar tentang dia sendiri, Emir bilang "3 tahun lalu waktu masih di jogja papa aku diharuskan pindah bekerja ke Austria, papa minta aku dan mama untuk ikut pindah. Namun mama enggan meninggalkan pekerjaannya dan dalam waktu bersamaan mama juga diharuskan untuk pindah bekerja ke jakarta, mama sangat cinta dengan pekerjaannya begitupun papa yang harus bertanggung jawab atas pekerjaannya, antara mama dan papa tidak ada yang mau mengalah dan melepaskan pekerjaan. Mereka sempat bertengkar hebat karena hal yang menurut aku sepele sampai akhirnya mereka bercerai. Mama mengajak ku pindah ke jakarta namun aku memilih untuk pergi ke Austria dengan papa, eh itu kan mini marketnya" Emir menunjuk mini market. "iya"
kita pun masuk kedalam mini market. Setelah semua barang yang harus dibeli sudah dibayar, kita pulang dan di perjalanan pulang aku menanyakan lagi semua tentang dia, "oh begitu, kenapa sekarang kamu pindah ke jakarta?" "iya begitu, tapi mama sama papa masih terlihat sangat.harmonis, sering kali saat di Austria aku melihat papa sedang berbincang dengan mama lewat video call. dan aku dijakarta mungkin hanya untuk sementara, karena disini aku belum menemukan kampus yang cocok untuk malanjutkan kuliah"
"kuliah? Maaf. Aku tidak tahu, harusnya aku panggil kakak. Sekarang semester berapa kak?"
aku merasa canggung ketika tahu bahwa Emir sudah kuliah dan mengharuskan aku untuk memanggik kakak.
"sekarang aku baru mau lanjut semester 3, itu artinya 2 tahun lebih tua dari kamu. Dan sudah seharusnya kamu panggil aku kakak. Tapi memang wajah aku jauh lebih muda dari kamu hahaha" saat suasana mulai mencair tak terasa aku sudah ada depan rumah, kita pun masuk kedalam rumah masing masing.

Pagi hari yang sangat cerah, hari ini aku diantar kak Emir pergi ke sekolah. Dan setelah pulang sekolah kak Emir berjanji menjemput aku dan akan mengajakku ke taman komplek saat pertama kali kita berjumpa.

Bel pulang pun berdering. Aku menunggu kak Emir di gerbang sekolah hingga sore, aku yakin kak Emir tidak akan ingkar janji. Satpam disekolah sudah meminta aku untuk segera pulang, aku pun pulang berjalan kaki sambil mencari taxi. Bukan kebetulan ternyata bunda menjemput aku, setelah masuk mobil bunda bercerita tentang kak Emir yang gabisa jemput aku karena dia sudah pergi ke Amerika dengan mamahnya yang sekarang sudah melepas pekerjaannya. Dan bunda bilang mungkin mama dan papa nya akan kembali rujuk dan hidup bahagia bersama Emir di Amerika.  saat bunda menceritakan itu aku sangat sedih dan aku heran kenapa kak Emir tidak menghubungi aku sekedar mengucap kata pamit. Setelah sampai dirumah aku melihat rumah kak Emir yang tampak kosong dan sepi.

Saat aku dikamar, bunda memberikan nomor kak Emir yang bisa aku hubungi. Kata bunda, Emir tadi pergi secara mendadak karena dijemput papahnya. Walaupun terburu buru kak Emir masih sempat berpamitan dengan bunda dan memberikan nomor ini kepada bunda. Aku langsung menghubungi kak Emir namun nomornya tidak aktif, aku mencoba menghibunginya lewat pesab singkat "kak.. Hati-hati di perjalanan" namun tak ada jawaban juga.

Setelah 3 hari kak Emir baru membalas pesan singkatnya "aku sudah sampai dengan selamat sejak 2 hari yang lalu, maaf aku tidak berpamitan dan tidak sempat menjemput kamu lalu membiarkan kamu menunggu. Setelah kamu menunggu di gerbang aku membuatmu menunggu balasan pesan singkat. Aku baru sempat mengaktifkan.handphone karena sebelumnya aku sibuk membereskan tempat tinggal baru ku ini, sekarang aku sudah menemukan kampus yang cocok. Aku sudah tidak tinggal berdua dengan papa saja atau mama saja, sekarang kami bertiga. Aku akan rindu kamu Rik"

Tak percuma menunggu 3 hari balasan dari dia, saat ini dia bukan lagi orang yang dingin seperti pertama kali aku bertemi. Komunikasi diantara kita sangat berjalan dengan baik. Walaupun tidak setiap hari minimal dalam seminggu kita saling bertukar kabar.

Kak Emir berjanji setelah lulus kuliah dia akan kembali ke Jakarta, dan aku satu tahun lagi lulus SMA. Setelah lulus aku ingin sekali kuliah disana dengan kak Emir.

Aku dan kak Emir tidak pernah membuat status hubungan, aku sempat menanyakannya, karena aku kahawatir. Entah kekhawatiran berbentuk apa. Namun kak Emir selalu enggan membahas hal tersebut. Kak Emir selalu bilang kebersamaan tidak harus dengan sebuah status, kebersamaan pun tak dihalangi dengan jarak.

Entah berapa ribu pesan singkat berbentuk perhatian yang aku simpan dari kak Emir.